Presiden ke 6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti kehidupan sosial dan politik yang menurutnya makin terjadi polarisasi yang tajam sejak kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017. Menurut SBY, sepertinya dalam kehidupan masyarakat terbangun jarak dan pemisah yang semestinya tak terjadi. Hal itu disampaikan SBY dalam tulisannya berjudul 'Indonesia Tahun 2021, Peluang untuk Sukses Ada, Jangan Kita Sia siakan'.
"Bermula dari dinamika politik pada Pilkada Jakarta tahun 2017, sepertinya dalam kehidupan masyarakat kita terbangun jarak dan pemisah yang semestinya tak terjadi. Terbangun polarisasi yang tajam di antara kita, baik karena faktor identitas, politik maupun ideologi. Sepertinya masyarakat kita harus dibelah dua, kita dan mereka. Bahkan, 'kita lawan mereka'," kata SBY dalam keterangannya tersebut, Jumat (8/1/2021). "Sebagian dari kita menganggap mereka yang tidak sama identitasnya (agama misalnya), partai politiknya dan juga garis ideologinya adalah lawan," tambahnya. SBY melihat, garis permusuhan bahkan menembus lingkaran persahabatan yang sudah terbangun lama, bahkan lingkaran lingkaran keluarga. SBY sungguh prihatin jika lingkaran tentara dan polisi yang harusnya menjadi contoh dalam persatuan dan persaudaraan sebagai bangsa juga tak bebas dari hawa permusuhan ini.
"Keadaan ini sungguh menyedihkan dan sekaligus membahayakan masa depan bangsa kita," ucap SBY. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga menilai, jika polarisasi antar kubu politik sangat tajam, kehidupan demokrasi pasti tidak sehat. Memilih kandidat dan calon calon pemimpin, baik di pusat maupun daerah, akan sangat dipengaruhi dan bahkan ditentukan apakah mereka memiliki identitas, paham ideologi dan politik yang sama.
Pertimbangan utama dalam memilih pemimpin seperti faktor integritas, kapasitas dan kesiapan untuk memimpin, dianggap tak lagi penting. "Kalau hal begini menjadi kenyataan di Indonesia, dan dari tahun ke tahun makin ekstrem, bisa dibayangkan masa depan negeri ini," ujar SBY. Oleh karena itu, SBY meminta seluruh pemimpin dan elemen masyarakat harus bertindak dan tidak membiarkan polarisasi tersebut terus berjalan.
"Mumpung belum terlalu jauh divisi dan polarisasi sosial serta politik di negeri kita, para pemimpin dan semua elemen bangsa harus sadar bahwa sesuatu harus dilaksanakan. Something must be done. Pembiaran dan inaction adalah dosa dan kesalahan besar," ucap SBY. Ia mengatakan, vaksin Covid 19 dari berbagai negara merupakan harapan baru di awal 2021. Menurutnya, sangat mungkin vaksin dan vaksinasi Covid 19 menjadi titik balik pengakhiran pandemi. "Saya yakin rakyat Indonesia, termasuk saya, sangat berharap pemerintah dapat melakukan vaksinasi nasional ini dengan baik. Harus sukses dan tak boleh gagal, karena itulah jalan bagi pengakhiran pandemi di negeri ini," kata SBY.
Selain itu, ada beberapa hal yang disoroti SBY. Dia mengingatkan bahwa jumlah rakyat Indonesia yang mencapai 200 juta jiwa lebih, proses vaksinasi tentu memerlukan waktu. "Oleh karena itu jangan sampai upaya mengatasi Covid 19 saat ini menjadi kendor, termasuk dalam menjalankan berbagai pembatasan yang diperlukan," ucap SBY.
SBY juga menyoroti perbedaan informasi antara Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan pejabat senior Kemenkes terkait lama waktu vaksinasi. Ia juga meminta pemerintah agar dapat mengendalikan defisit APBN sehingga perekonomian nasional tetap terkelola dengan baik di tengah situasi pandemi. SBY mengingatkan pemerintah jangan berlindung di balik Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid 19 yang kini menjadi Undang Undang Nomor 2 Tahun 2020.
"Jangan karena perppu, yang kemudian menjadi undang undang, yang memberikan extra power kepada pemerintah, termasuk tak dibatasinya angka defisit anggaran, lantas tak pandai menentukan berapa besar defisit yang aman dalam APBN," kata SBY. SBY berpendapat, pemerintah harus mengendalikan pembelajaan negara, salah satunya dengan menunda proyek proyek strategis yang tidak urgen. "Kalau tahu penerimaan negara jauh berkurang, karena pemasukan dari pajak juga terjun bebas, ya kendalikan pembelanjaan negara. Pemerintah harus sangat disiplin dan harus berani menunda proyek dan pengadaan strategis yang masih bisa ditunda," ucap SBY.
Menurut SBY, utang luar negeri Indonesia saat ini sudah sangat tinggi sehingga membebani APBN dan membatasi ruang gerak ekonomi. "Betapa beratnya ekonomi kita jika misalnya 40 persen lebih belanja negara harus dikeluarkan untuk membayar cicilan dan bunga utang," kata SBY. "Berapa banyak yang tersedia untuk belanja pegawai dan belanja rutin, dan kemudian berapa yang tersisa untuk belanja modal dan membiayai pembangunan," ujarnya